MAKASSAR, NALARMEDIA — Tidak hanya berorientasi pada penciptaan karya tapi juga menitikberatkan pembentukan hubungan yang erat antara seniman dan komunitas lokal.
Hal ini mendorong ruangrupa dan Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan (PTLK) Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek melalui Manajemen Talenta Nasional (MTN), menyelenggarakan pameran “Residensi Baku Konek”.
Kegiatan ini ini berlangsung selama lima minggu, mulai 16 Agustus hingga 20 September 2024, 19-23 September 2024
Riwanua, Kompleks Perumdos Unhas Tamalanrea.
Event ini memberikan wadah seniman untuk mengeksplorasi dan merespons isu-isu yang ada di lokasi residensi. Terdapat 22 kolaborator seniman yang juga berasal dari berbagai provinsi di Indonesia.
Antara lain; Alyakha Art Center dari (Sentani, Papua), Forum Sudut Pandang (Palu, Sulawesi Tengah), Gudskul (Jakarta), Komunitas Kahe (Maumere, NTT), Komunitas Kanot Bu (Jaya Baru, Aceh), Sikukeluang (Pekanbaru, Riau), Komunitas Susur Galur (Pontianak, Kalimantan Barat).
Komunitas Tudgam (Kuningan, Jawa Barat), Riwanua (Makassar, Sulawesi Selatan), Yayasan Pasirputih (Lombok Utara, NTB), dan Rumah Cikaramat (Sukabumi, Jawa Barat).
Semangat Baku Konek atau saling terhubung satu sama lain adalah pendekatan yang digunakan untuk mengikis ketidaktahuan tentang isu-isu yang ada serta aktivitas seni yang belum tersambung dengan baik dalam dunia kesenian di Indonesia.
Riwanua, sebagai kolaborator yang berbasis di Makassar, berperan sebagai ruang kolaborasi yang bertujuan menyebarkan pengalaman dan pengetahuan terkait persilangan persoalan sosial, budaya, ekonomi, dan politik di tingkat lokal, nasional, serta internasional.
Isu-isu utama yang diangkat untuk seniman dalam program Baku Konek meliputi krisis ekologi, diaspora, pemberdayaan masyarakat, strategi bertahan hidup, dan pengarsipan sejarah.
Program residensi ini memberikan kesempatan kepada peserta untuk berinteraksi secara aktif dengan medan praktek seni dan budaya lokal, sambil berkontribusi dalam produksi dan pelestarian pengetahuan.
Dalam konteks ini, dua seniman residensi Baku Konek, Faida Rachma dari Yogyakarta dan Gandhi Eka dari Bandung, memilih Riwanua sebagai tempat bercerita dan mendengarkan untuk menjalin hubungan baru, menciptakan kolaborasi yang memperkuat ikatan berkesenian lintas kota.
Proses seleksi seniman dilaksanakan dari tanggal 11-31 Juli 2024. Para pendaftar memilih salah satu dari 11 kolaborator yang tersebar di 10 provinsi di Indonesia untuk menjadi tempat tujuan residensi mereka.
Para pendaftar, selanjutnya, dipertemukan secara daring dengan kolaborator yang mereka pilih. Pertemuan ini ditujukan sebagai proses saling mengenal yang akhirnya akan menentukan para pendaftar diterima atau tidak sebagai seniman residensi. Kolaborator yang kemudian menentukan itu.
Sebagai kolaborator, pilihan kami bukan ditentukan pada pengkategorian seniman yang baik, apalagi seniman yang luar biasa. Sebab kami melihat para pendaftar yang memilih Riwanua memiliki keunikan medium dan ketertarikan berbeda-beda.
Pilihan kami didasarkan pada pemahaman mendalam bagaimana kami dapat memfasilitasi dan mendukung kerja-kerja kreatif para peserta. Kami memilih seniman yang bisa mendapatkan manfaat maksimal dari program ini sesuai dengan kapasitas, pengalaman, dan lingkungan kami dalam program ini.
Pada akhirnya, selama 1 minggu, kami memutuskan Faida Rachma (asal Jogja) dan Gandhi Eka (asal Bandung) sebagai peserta terpilih untuk program ini.
Faida Rachma adalah desainer grafis yang pernah bekerja-ria bersama Warning Magazine dan Lir Space sembari menyelesaikan kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada.
Saat ini tengah menempuh studi lanjutan di Kajian Budaya dan Media di universitas yang sama. Ia mulai terlibat dalam produksi karya seni rupa sekitar tahun 2016 dan pernah terlibat dalam sebuah kolektif bernama Rar Edition yang berfokus pada kerja-kerja desain dan produksi zine.
Ia pernah melakukan residensi di ICFAM (Indonesia Contemporary Fiber Art Movement) Jakarta, Three musketeers di Ace House Collective (Yogyakarta), Ephemera #2 di IVAA (Yogyakarta), dan di Tanijiwo (Dieng). Sejauh ini, ketertarikan dan produksi karya yang ia lakukan tak jauh dari kerja-kerja pengarsipan dan pembacaan arsip.
Terutama yang berkaitan dengan politik representasi dan relasi kuasa yang bekerja dalam pembentukan sebuah arsip itu sendiri. Saat ini tengah mengerjakan tesis yang menggunakan arsip foto keluarga untuk meneliti seputar rumah, keluarga, dan relasi-kuasa antar anggota keluarga terkait dengan praktik konsumsi dan barang-barang yang ada di dalam ruang hidup mereka.
Gandhi Eka, menetap dan mengembangkan karirnya di bidang seni rupa di kota Bandung. Ia menyelesaikan pendidikan formalnya dengan gelar magister di Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Teknologi Bandung (ITB) setelah sebelumnya meraih gelar sarjana di bidang Desain Komunikasi Visual (DKV) dari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.
Sebagai seorang seniman, Gandhi aktif menghasilkan karya-karya yang dipamerkan tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara. Drawing dan komik merupakan fokus utama minatnya dalam seni rupa, meskipun ia sering mengeksplorasi dan bekerja dengan berbagai disiplin ilmu serta medium lain, yang membuat karyanya kaya akan variasi teknik dan pendekatan.
Selain mengerjakan berbagai karya seni personal, Gandhi juga mengerjakan karya commission yang banyak terlibat dengan brand dan band dari berbagai negara. Saat ini, Gandhi menekuni studi dan analisis teknik serta media yang digunakan oleh manusia prasejarah, khususnya dalam lukisan gua yang ditemukan di kawasan Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan. Proyek ini bertujuan untuk menelusuri kembali akar-akar dari praktik seni rupa yang dia lakukan.
Ia berharap proyek ini dapat mewujud sebagai usaha memunculkan pengetahuan dan perspektif baru tentang gambar gua purba melalui penciptaan karya seni.
Dalam Rangka adalah nama pameran residensi Baku Konek yang diselenggarakan di Riwanua. Kuratorial pameran ini berangkat dari diskusi mengenai bagaimana melanjutkan pekerjaan yang pernah dimulai memang kadang terasa sulit jika dikerjakan sendiri.
Olehnya kerja bersama menjadi kunci jawaban. Selama program ini, dua seniman peserta residensi dari dua kota berbeda di Indonesia, memilih Riwanua, Makassar sebagai tempat untuk menjalin pertemanan baru dan bekerja bersama selama 5 minggu.
Menyelingi hari-hari bersama para pegiat Riwanua dengan percakapan-percakapan dan aktivitas-aktivitas sehari-hari, keduanya menempatkan masa residensi ini tidak melulu tentang penciptaaan karya akhir hasil program, tapi lebih dari itu: dalam rangka keberlanjutan bersama.
Dari segi karya, keduanya memiliki gagasan yang tidak saling berjauhan, yaitu sama-sama fokus pada laku dan hubungan antar manusia dan situs kehidupannya. Dalam rangka melanjutkan apa yang sudah pernah dikerjakan sebelum program residensi ini, Faida menggarap arsip dan era kontemporer serta narasi kecil maupun besar yang melingkupinya, kali ini tentang arsip dan kisah rumah tinggal yang disewa oleh Riwanua sebagai ruang hidup bersama dan wahana praktik artistik selama 3 tahun terakhir.
Gandhi melemparkan diri jauh ke puluhan ribu tahun yang lalu, merekonstruksi praktik artistik manusia zaman purba merespon ruang hidup mereka yang bukti visualnya bisa ditemukan di dinding-dinding gua kompleks karst di Maros dan Pangkep.
Dalam rangka meneruskan gagasan-gagasan, kerja-kerja, serta pertemanan, masa 5 minggu memang tidak cukup. Dibutuhkan lebih dari itu jika yang dibayangkan adalah keberlanjutan bersama.
Satu hal yang pasti, masa residensi Baku Konek di Riwanua ini tidak akan berakhir hanya sebagai laporan kegiatan kepada Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan (PTLK) dan Manajemen Talenta Nasional, pendukung program ini.
Pada rangkaian pameran yang berlangsung pada tanggal 19 hingga 23 September 2024; dan sesi artist talk pada tanggal 23 September 2024 untuk membicarakan proses kreatif kedua seniman dan mendengarkan refleksi menjadi bagian dari program Baku Konek. (rls/red)