MAKASSAR, NALARMEDIA — dr. Nilam merupakan korban tabrakan beberapa waktu lalu di Daerah Kota Makassar mengungkapkan kekecewaannya terhadap lambannya proses hukum yang ditangani oleh Unit Laka Lantas Polrestabes Makassar.
Mengapa hal tersebut terjadi? Kecelakaan yang dialami dr. Nilam tersebut hingga saat ini atau tiga bulan lalu menimpanya, pelaku belum juga ditindak, bahkan belum dipanggil secara resmi oleh pihak kepolisian.
Peristiwa itu terjadi pada Maret lalu di tengah kemacetan di Jalan Veteran, Makassar. Saat kendaraan dr. Nilam dan suaminya berhenti total karena padatnya arus lalu lintas.
Sebuah mobil Brio merah menabrak mereka dari arah belakang. Mobil tersebut dikemudikan oleh seorang perempuan berinisial RN.
“Mobil kami dalam posisi diam. Tidak bergerak sama sekali, tapi tiba-tiba ditabrak dari belakang. Kaget sekali karena tabrakannya cukup keras,” ungkap dr. Nilam, Rabu (18/06/2025).
Mobilnya pun mengalami kerusakan cukup parah dan perlu perbaikan yang ditaksir mencapai Rp 16–17 juta.
Pada awalnya, RN sempat menyatakan kesanggupan untuk bertanggung jawab, bahkan ikut ke dealer mobil untuk melihat estimasi biaya perbaikan.
Namun setelah mengetahui nominalnya, RN menyatakan tidak mampu membayar karena mobil yang dikendarainya merupakan kendaraan rental yang masih dalam masa angsuran leasing.
Untuk menyelesaikan secara baik-baik, malam itu juga dr. Nilam membawa perkara ini ke Unit Lakalantas Polrestabes Makassar di Jalan Kartini.
Di sana mereka ditemui oleh seorang petugas bernama Martinus yang bertindak sebagai mediator antara korban dan pelaku. Hasil mediasi menyepakati bahwa RN akan mengganti kerugian secara mencicil.
“Tapi setelah itu, RN menghilang. Tidak ada kabar atau itikad baik. Yang lebih menyakitkan, kami justru mendapat informasi bahwa dia kembali ke Makassar dan malah terlihat berpesta,” kata dr. Nilam dengan nada kecewa.
Meski sudah mengikuti semua prosedur dan tetap kooperatif, dr. Nilam mengaku kecewa berat karena tidak ada perkembangan berarti.
Ia merasa upaya yang dilakukannya justru tidak dihargai oleh pihak kepolisian, terutama Unit Lakalantas Makassar.
“Kami sudah serahkan semua data dan dokumen, tapi hingga sekarang tidak ada tindakan. Setiap kami bertanya, jawabannya hanya ‘sedang diproses’,” ungkapnya.
Tak hanya kerugian materi, proses hukum yang berlarut ini juga menguras energi dan waktu.
“Saya ini korban. Tapi rasanya seperti bukan siapa-siapa. Emosi, waktu, bahkan pekerjaan saya terganggu karena harus terus mengawal kasus ini,” tambah dr. Nilam.
Ironisnya, selama mobil pelaku dititipkan di kantor Lakalantas, kaca belakang kendaraan tersebut justru pecah.
dr. Nilam menyebut polisi berdalih itu akibat buah sukun yang jatuh. Pihak Unit Lakalantas berjanji akan mengganti kerusakan, namun menurutnya, itu bukanlah inti persoalan.
“Masalah utama adalah pelaku belum ditindak. Jangan hanya fokus ke kerusakan mobil, sementara tanggung jawab hukum diabaikan,” tegasnya.
Ia pun mempertanyakan efektivitas kerja aparat dalam menindaklanjuti kasus-kasus seperti ini.
Menurutnya, jika masyarakat kecil mengalami hal serupa, bisa jadi mereka akan memilih diam karena tidak tahu harus berbuat apa, atau merasa takut melawan sistem.
“Kalau saya saja, yang punya akses dan pendidikan, bisa diperlakukan begini, bagaimana dengan warga biasa? Harus viral dulu baru ditindak?” katanya geram.
Sebagai bentuk solidaritas, dr. Nilam mengajak masyarakat, terutama perempuan untuk berani melaporkan kejadian seperti ini secepatnya. Ia menekankan pentingnya laporan dalam 1×24 jam agar proses hukum dapat berjalan maksimal.
“Kita perempuan bukan lemah. Dalam hal seperti ini, kita harus berani berdiri sendiri. Jangan takut, karena akan selalu ada orang yang mendukungmu,” ujar dr. Nilam.
Ia berharap, ke depan, Unit Lakalantas Polrestabes Makassar dapat lebih responsif dan tidak menunggu tekanan publik sebelum bertindak.
“Kalau semua korban harus bersuara lantang dulu baru ditanggapi, berarti ada yang salah dalam sistem,” tutupnya. (***)