Opini  

Pemimpin Pembelajar

Andi Sudirman Sulaiman. (ist)
banner 325x300

SHIFTING dari cara kerja korporasi asing kepada cara kerja birokrasi pemerintahan bukanlah hal mudah bagi siapa pun. Ada terlalu banyak kontradiksi antara keduanya yang memerlukan penyesuaian, terutama ketika Anda berada pada level pimpinan.

Itulah mungkin dilema yang dialami seorang Andi Sudirman Sulaiman ketika diangkat sebagai Wakil Gubernur dan kemudian menjadi Gubernur Sulawesi Selatan.

banner 728x90

Dari seorang manajer di perusahaan berstandar Eropa yang terbiasa bekerja secara efektif, efisien, taktis dan berorientasi profit, menjadi seorang Gubernur yang bekerja dengan birokrasi gemuk, hirearkis, kaku, dan berorientasi pelayanan publik.

Hanya pemimpin yang andal dan mau belajar cepat yang dapat beradaptasi dengan _shifting_ ekstrim semacam ini.

Tetapi itulah yang sukses dilakukan Andi Sudirman Sulaiman saat menjabat, baik sebagai Wakil Gubernur maupun ketika menjadi Gubernur.

Bukan hanya karena mau belajar seluk beluk pemerintah daerah yang begitu banyak yang membuat saya kagum, tetapi juga kecepatannya dalam mempelajari ilmu pemerintahan, administrasi negara, hukum, pertanian, kelautan, ekonomi hingga akuntansi keuangan daerah sekaligus dan dalam waktu singkat, itu luar biasa.

Jika ada yang mengatakan itu mudah, kemungkinan karena dia tidak tahu bagaimana seluk beluk pemerintahan.

Kesediaan seorang pemimpin untuk belajar adalah cerminan dari kerendahan hati yang mendalam. Mereka sadar bahwa apa yang mereka ketahui jauh lebih sedikit dari pengetahuan yang mereka butuhkan untuk melaksanakan tugas kepemimpinannya.

Karena itu mereka butuh orang lain dan belajar kepada orang-orang yang berpengetahuan.

Sebaliknya, pemimpin yang merasa sudah tahu segalanya adalah bencana kepemimpinan.

Pemimpin seperti ini tidak percaya kepada orang lain dan seringkali berlebihan dalam menilai kemampuannya.

Ini adalah awal dari stagnasi yang merupakan musuh terbesar kepemimpinan.

Saya menyaksikan bagaimana Andi Sudirman Sulaiman belajar tentang banyak hal kepada para ahlinya.

Mulai dari pejabat-pejabat kementerian, profesor-profesor dari berbagai kampus, para praktisi, pejabat birokrasi di berbagai level seperti Kepala Dinas, Kepala Bidang hingga Kepala Seksi, bahkan beliau tidak sungkan berdiskusi dengan para staf di kantor yang telah menggeluti suatu pekerjaan selama puluhan tahun.

Beliau tidak malu bertanya dan belajar dari orang lain.

Salah satu strategi belajar Andi Sudirman untuk mempercepat proses pembelajarannya adalah dengan melakukan langsung (_learning by doing_).

Belum pernah saya melihat seorang kepala dinas mengetik sendiri penyusunan anggaran dalam dokumen RAPBD, apalagi seorang Gubernur.

Umumnya mereka hanya memerintahkan staf atau paling tinggi kepala bidang. Tetapi Andi Sudirman berbeda. Untuk memahami alur proses penganggaran dan penyusunan APBD secara cepat, beliau terlibat langsung dalam keseluruhan prosesnya, bahkan tak jarang mengetik sendiri program dan pagu anggaran di dalam _worksheet_ yang biasanya diketik oleh staf. Itu adalah pemandangan yang langka.

Pemimpin yang mau belajar adalah fenomena langka. Banyak pemimpin yang merasa puas dengan kapasitas dan pengetahuannya sebab enggan keluar dari zona nyaman dan takut dianggap lemah. Mereka hanya mengulang dan meniru apa yang telah dilakukan dan dicapai oleh pemimpin sebelumnya, seperti kata pepatah, _“business as usual”_. Mereka tidak melahirkan inovasi tapi memperbanyak _ceremony_. Mereka terlihat sibuk, tetapi jauh dari produktif.

Seorang pemimpin sejati adalah mereka yang tidak pernah berhenti belajar. Mereka memahami bahwa kepemimpinan bukanlah tentang mengetahui segala sesuatu, melainkan tentang terus-menerus memperluas wawasan, mengasah keterampilan, dan terbuka terhadap hal-hal baru di luar disiplin keilmuannya.

Inilah yang membuat seorang pemimpin pembelajar menjadi pilar kepemimpinan yang kuat dan visioner. (Irwan. ST.)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *