banner 728x90

Catatan Amure Peringatan Hardiknas 2025: Dorong Lahirnya UU Pendidikan Baru

Anggota DPR RI Fraksi PKB, Andi Muawiyah Ramly atau yang akrab disapa Amure memaknai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2025. (ist)
banner 325x300

JAKARTA, NALARMEDIA — 2 Mei setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Lantas, bagaimana memaknai Hardiknas pada 2025?

Peringatan Hardiknas 2025, tidak sekadar seremonial belaka. Melainkan momentum refleksi.

banner 728x90

Anggota DPR RI Fraksi PKB, Andi Muawiyah Ramly atau yang akrab disapa Amure, memahami hal itu.

Kata Amure, pendidikan mestinya dikembalikan ke jati diri, baik makna maupun praktiknya. Karena pendidikan itu adalah membebaskan bangsa dari belenggu kebodohan, kegelapan dan ketidakberdayaan anak manusia mengelola kehidupan.

“Kini di hari Pendidikan hari ini kita menyaksikan 79 tahun Indonesia Merdeka, kita belum mampu mewujudkan tujuan pendidikan dimaksud. Malah sebaliknya semakin jauh,” sebut Amure, Jumat (2 Mei 2025).

Bukan tanpa alasan, kata Amure, pendidikan yang diandaikan akan mewujudkan pencerdasan Bangsa belum terwujud. Lantaran kecerdasan itu bukan semata dikuasainya ilmu pengetahuan, tetapi juga tercermin dari peri kehidupan moral akhlak yang lebih baik.

“Faktanya, hasil didik kita semakin jauh dari harapan itu,” sebutnya.

Pendidikan yang hadir tidak menjadikan kita lebih baik, justru lebih buruk dibanding sebelum Merdeka. Kejahatan dan kriminal merajalela, tidak disiplin nasional, kita bangga merusak alam dan lingkungan.

“Semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi melakukan pencurian, korupsi dan mengkhianati Bangsanya,” ujar Amure.

Olehnya itu, Amure yang juga salah satu pendiri PKB menyarankan agar momentum Hardiknas 2025 ini, pemerintah dan DPR RI semakin serius membenahi sistem pendidikan Nasional.

“Implementasinya, membuat UU Pendidikan yang baru karena UU yang lama betul-betul tidak cocok dengan tujuan pendidikan nasional kita. Kita mesti mengubah kurikulum yang makin membuat bodoh anak didik, tidak mampu membaca dan menghitung paling dasar,” seru Amure.

Amure mencontohkan, pernah ada MBKM, yang hanya menghasilkan anak didik semakin bodoh. “Guru-guru juga hanya menjalankan tugas seadanya tanpa tanggung jawab membebaskan siswa kebodohan dan mengarahkan ke akhlak yang baik. Pendidikan kita kudu dikembalikan ke jati diri, baik makna maupun praktiknya. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *