MAKASSAR, NALARMEDIA – Executive Director 4 Pelindo Regional 4, Abdul Azis menekankan pentingnya kolaborasi antara Pelindo dan institusi pendidikan dalam mendorong pengembangan pelabuhan nasional yang efisien, terstandar, dan berbasis teknologi.
Hal itu dikatakan Abdul Azis saat menjadi pemateri dalam Workshop Penguatan Riset Vokasi Menuju Hilirisasi dan PNBP Institusi Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Makassar, Selasa (22 Juli 2025).
Di mana kegiatan ini digelar dalam rangka peningkatan kualitas penelitian di lingkungan perguruan tinggi matra laut Kementerian Perhubungan untuk dukungan isu strategis khususnya mengenai optimalisasi PNBP yang bertujuan untuk memberikan wawasan yang bermanfaat bagi dosen dalam memilih topik penelitian dan kajian yang sesuai dengan permasalahan aktual yang sedang terjadi di lapangan dan dapat memberikan nilai tambah, khususnya terkait pelayaran dan transportasi laut.
Dalam kesempatan tersebut, Executive Director 4 Pelindo Regional 4 menjadi salah satu pemateri dan memaparkan transformasi strategis yang dilakukan Pelindo pasca merger dalam sebuah workshop yang mengangkat topik “Dukungan Penelitian untuk Menjawab Tantangan dan Permasalahan Isu Srategis Di Bidang Kepelabuhanan”.
Abdul Azis mengatakan, pasca merger Pelindo telah mengalami restrukturisasi signifikan baik dari sisi organisasi maupun sistem layanan.
“Kita sekarang memiliki satu Pelindo yang terintegrasi, dengan empat regional dan empat subholding dengan cakupan wilayah operasional dari Sabang hingga Merauke,” ujarnya.
“Pelindo memiliki empat subholding yang fokus pada layanan yaitu peti kemas, multipurpose, marine services, dan solusi logistik. Untuk wilayah timur Indonesia, Regional 4 menjadi regional dengan cakupan geografis terluas.”
Dia mengatakan, sejak merger pada 2021 lalu, salah satu capaian strategis adalah digitalisasi layanan kepelabuhanan.
“Kata kuncinya adalah digitalisasi. Kami telah melakukan standarisasi dan penerapan sistem operasi terminal (Terminal Operating System/TOS) yang memungkinkan efisiensi layanan bongkar muat, pengawasan real-time, serta peningkatan transparansi bagi pengguna jasa,” lanjutnya.
Menurut dia, transformasi sistem ini tidak lepas dari tantangan. Oleh sebab itu, ruang riset masih terbuka lebar. “Misalnya, bagaimana sistem mampu melakukan auto-improve saat terjadi deviasi,” ujar Abdul Azis menjawab pertanyaan salah satu dosen yang menjadi peserta workshop tersebut.
Terkait konsep smart port dan green port, dia menyampaikan bahwa beberapa pelabuhan di Regional 4 seperti Makassar, Ambon, dan Pelabuhan Ternate telah mulai mengimplementasikan elektrifikasi peralatan bongkar muat dan sistem shore connection untuk kapal.
“Kami berkomitmen menuju pelabuhan yang ramah lingkungan, tapi tentu ini memerlukan keterlibatan aktif seluruh stakeholder, termasuk pelayaran,” tegasnya.
Dalam forum tersebut, Abdul Azis juga membagikan pengalaman pribadi terkait berbagai transformasi operasional, tantangan konektivitas hinterland, dan pengembangan infrastruktur pelabuhan. Dia menutup sesi dengan ajakan terbuka bagi kalangan akademisi untuk menjadikan Pelindo sebagai objek maupun mitra penelitian.
“Kami sangat terbuka terhadap kolaborasi penelitian. Banyak ruang untuk eksplorasi, di antaranya terkait optimalisasi TOS, efektivitas green port, hingga integrasi moda transportasi. Semua ini penting untuk menghasilkan kebijakan berbasis data dan menjawab kebutuhan nasional,” tandasnya. (rls/red)