BONE, NALARMEDIA — Bawaslu Bone membentuk Tim Fasilitasi (Pengawasan) Konten Internet (Siber) yang berfokus pada pengawasan materi/konten dalam internet.
Media sosial (Medsos) wadah yang tak luput dari pengawasan Tahapan Pemilihan Kepala Daerah tahun 2024.
Ketua Timfas Pengawasan Siber Bawaslu Bone, Vivin Sanjaya mengungkapkan ada beberapa materi atau konten yang dilarang untuk dijadikan bahan kampanye di internet.
“Sesuai dengan undang-undang Pilkada pasal 69 huruf b diuraikan bahwa dalam kampanye dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, Calon Wakil Walikota, dan/atau Partai Politik. Lalu di huruf c diuraikan juga bahwa dilarang melakukan kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba Partai Politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat. Konten-konten tersebut dapat disebut juga black campaign dan akan menjadi fokus pengawasan timfas siber Bawaslu Bone,” beber Vivin.
Sementara itu, Koordinator Divisi Pencegahan, Parmas, dan Humas, Muhamad Aris melanjutkan, sebagai Penanggungjawab Timfas Pengawasan Siber juga menjelaskan bahwa pelanggaran atas ketentuan larangan kampanye tersebut merupakan tindak pidana dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Untuk sanksinya, berdasarkan regulasi bahwa setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf f dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000.00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000.00 (enam juta rupiah),” sebut Aris.
Di kesempatan yang berbeda, Ketua Bawaslu Bone, Alwi melanjutkan bahwa kendatipun kampanye iklan media massa cetak dan media massa elektronik baru dimulai Ahad 10 November 2024, namun Bawaslu Bone terus melakukan upaya pencegahan agar setiap materi konten kampanye sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Karena perlu dipahami bersama bahwa konteks berita bohong dan menyesatkan terkategori pelanggaran undang-undang ITE,” tutup Alwi. (rls/red)