JAKARTA, NALARMEDIA — Kejaksaan Agung resmi menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook.
Nadiem Makarim disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tenteng Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidanan Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Menyikapi hal itu, Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PKB, Andi Muawiyah Ramly menegaskan Komisi X DPR RI sudah puluhan kali mengingatkan agar Nadiem Makarim menjalankan nomenklatur, aturan birokrasi, dan penggunaan dana yang tepat sasaran.
“Mas Nadiem Makarim bukan ikan, yang meski hidup di air asin tidak ikut asin, dia malah membusuk di dalamnya,” tegas Anggota DPR RI yang yang akrab disapa Amure, kepada wartawan, Jumat (5 September 2025).
Komisi X DPR RI juga sudah mewanti-wanti Nadiem agar memanfaatkan sumber daya kecerdasan para guru besar di Kementerian yang sudah punya pengalaman untuk kelola pendidikan.
“Namun, dia, mungkin karena jenius, tetap melakukan apa yang dianggapnya bagus, tanpa ‘banyak’ meminta pertimbangan dari dirjen-dirjen eselon 1, ke para Rektor dan Komisi X DPR RI,” sebut Amure.
“Dia dikabarkan lebih banyak membawa teman-teman dari luar Kementerian, punya tim kerja sendiri non ASN, dan inilah yang kemudian menjerumuskannya dalam kubangan masalah,” sambungnya.
Amure tidak yakin Nadiem mau lakukan korupsi. Karena sudah tajir melintir sebelum masuk kabinet.
Diakui Amure yang juga salah satu pendiri PKB, Nadiem sosok orang cerdas dan inovatif.
“Ini aib bagi seorang yang ada di pucuk tertinggi sebuah kementerian dan lembaga. Saking parahnya, seorang teman Komisi X, ibu Anita Jakoba Gah dari Fraksi Demokrat mengamuk di ruang rapat, agar Pak Menteri Nadiem menjalankan keputusan yang sudah disepakati. Bahkan diingatkan intinya ‘kalau begini terus maka saudara besar kemungkinan ke KPK’ dan apa yang terjadi? Usai rapat Menteri Nadiem nyelonong pergi dengan marah dan tidak mau tanda tangani hasil Rapat hari itu. Staf Sekretariat Komisi X menyusulkan berkas hasil Rapat untuk di tandatangani di kantornya. Tanpa tanda tangan Menteri dan Pimpinan Rapat, maka sebuah Rapat di Komisi dianggap tidak pernah ada,” ungkap Amure. (red)