Opini  

Opini: Pelajaran dari Banjir Sumatera

Direktur Sekolah Islam Athirah, H. Syamril, ST., M.Pd. (Ist)
banner 325x300

SETIAP kejadian pasti ada pelajaran, termasuk banjir di Sumatera. Apa saja pelajaran tersebut?

Dapat dilihat dari sisi ilmiah, manajerial & leadership, sosial, media dan spiritual. Pelajaran pertama dari aspek ilmiah, BMKG telah memberikan informasi adanya siklon senyar yang anomali. Apa yang akan terjadi dengan siklon tersebut berupa hujan deras yang abnormal.

Secara ilmiah melalui simulasi komputasi dapat diprediksi apa dampak yang akan terjadi seperti banjir, longsor dan lain sebagainya. Itu semua dapat menjadi bahan untuk melakukan mitigasi bencana. Mengantisipasi agar dampak yang buruk tidak terjadi. Apa yang harus dipersiapkan. Skenario yang akan dijalankan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Hal ini harus menjadi pelajaran untuk antisipasi kejadian yang mungkin terjadi di masa datang.

Pelajaran kedua dari sisi manajerial dan kepemimpinan. Dalam buku Good to Great, Jim Collins menyebutkan ungkapan “first who, then what”. Maksudnya kunci menjadi organisasi hebat ada pada orang bukan program. Bisa jadi program sudah ada karena kejadian bencana bukan peristiwa baru. Tapi masalah ada pada eksekutor program. Bukan what tapi who. Maka berlaku prinsip the right person, on the right place.. Orang yang tepat berada pada posisi yang tepat.

Pemerintah khususnya Presiden Prabowo harus menjadikan bencana ekologis banjir untuk mengevaluasi para Menterinya. Apakah sudah cocok di posisi masing-masing? Apakah punya kompetensi untuk menduduki posisi tinggi sebagai Menteri? Jika tidak punya kompetensi, segera diganti. Jika tidak cocok posisinya segera dimutasi.

Jangan menunda. Waktu terus berlalu dan bisa jadi pada tahun 2026 kembali terjadi bencana yang sama atau lebih besar di lokasi yang berbeda. Indonesia sangat luas dan kondisi ekologis sudah rusak parah. Sangat rawan terjadi bencana seperti di Sumatera di seluruh lokasi Indonesia. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.

Rakyat di lokasi bencana khususnya di Aceh membandingkan cara penanganan bencana tsunami 2004 dan banjir 2025 sekarang. Kerusakan lebih luas tapi penanganan Pemerintah Pusat lebih lambat. Korban sudah tembus 1000 an orang, belum juga dimasukkan kategori bencana nasional. Akibatnya perhatian tidak maksimal. Bantuan resmi dari dunia Internasional juga tidak bisa masuk.

Pelajaran ketiga yaitu aspek sosial. Terlihat kepedulian dan kedermawanan sosial masyarakat sangat tinggi. Dalam waktu yang singkat terkumpul dana milyaran. Juga relawan bergerak dari seluruh Indonesia. Berasal dari berbagai lembaga. Ormas, Perguruan Tinggi, partai politik dan komunitas yang dipimpin oleh influencer media sosial.

Pelajaran keempat yaitu aspek media. Era sekarang sumber berita di masyarakat bukan lagi media mainstream seperti TV dan media online nasional. Rujukan masyarakat sekarang dari media sosial berupa content yang diproduksi masyarakat khususnya influencer. Masyarakat lebih percaya sumber tidak resmi. Sumber dari Pemerintah tidak lagi menjadi rujukan karena rawan intervensi. Masyarakat juga semakin cerdas dan bisa menilai dengan obyektif.

Pelajaran kelima yaitu aspek spiritual. Betapa lemahnya manusia bukan hanya di hadapan Pencipta tapi juga alam. Betapa tidak berartinya harta saat nyawa terancam. Rumah, mobil, kebun, binatang ternak semua hancur. Memang ada rasa sedih. Tapi tetap bersyukur karena nyawa masih ada. Masih ada kehidupan. Masih ada kesempatan untuk kembali menata diri.

Saat kondisi antara hidup dan mati manusia akan kembali. Hanya ingat kepada Allah. Hanya berharap pertolongan dari Allah. Hanya berharap keajaiban dari Allah. Semoga bencana yang telah terjadi bangsa Indonesia dapat mengambil pelajaran berharga. Aspek ilmiah, manajerial, kepemimpinan, media, sosial dan spiritual. (Direktur Sekolah Islam Athirah, H. Syamril, ST., M.Pd/*).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *