BONE, NALARMEDIA — Sejumlah kepala dinas (Kadis) lingkup Pemda Bone mendatangi Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Kota Makassar.
Kasi Penkum Kejati Sulsel Soetarmi yang dikonfirmasi hal itu membenarkan adanya pemanggilan terhadap sejumlah Kadis lingkup Pemda Bone.
“Ada beberapa yang dilakukan klarifikasi,” kata Kasi Penkum Kejati Sulsel Soetarmi, kepada Nalarmedia, Jumat (27 Juni 2025).
Informasi yang diperoleh Tim Nalarmedia.id, sejumlah Kadis yang dipanggil Kejati Sulsel, yakni Kepala Dinas (Kadis) Bina Marga, Cipta Karya, dan Tata Ruang (BMCKTR) Kabupaten Bone, Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Kabupaten Bone.
Lalu, Kepala Dinas (Kadis) Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Perkimtan) Kabupaten Bone, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bone, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (TPHP) Kabupaten Bone, dan Sekwan DPRD Kabupaten Bone.
Kadis Perkimtan Kabupaten Bone, Budiono yang dikonfirmasi membenarkan sudah menghadiri pemanggilan dari Kejati Sulsel.
“Iye memberi keterangan OPD yang punya Pokir,” sebut Budiono, kepada Nalarmedia.
Adapun Ketua Umum Laskar Arung Palakka (LAP), Akbar Napoleon menjelaskan, awal mula kasus ini, dari dugaan penggelembungan Silpa Tahun 2023 dilakukan pada APBD Parsial 1 Tahun Anggaran 2024.
Kata Akbar, Silpa yang seharusnya hanya berjumlah Rp25 miliar berdasarkan hasil Audit BPK, namun digelembungkan menjadi Rp106 miliar pada APBD Parsial 1 Tahun Anggaran 2024, sesuai ringkasan APBD Parsial 1 Tahun Anggaran 2024 terlampir.
“Silpa yang digelembungkan sebesar Rp81 miliar telah dihadapkan dengan berbagai belanja program dan kegiatan baru serta proyek-proyek anggota DPRD yang tidak ada dalam RKPD, KUA-PPA dan APBD Pokok Tahun Anggaran 2024. Hal ini menyalahi ketentuan Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2023 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2024 Huruf C angka 4 poin 2 yang menjelaskan bahwa ‘penganggaran Silpa harus didasarkan pada penghitungan yang cermat dan rasional dengan mempertimbangkan perkiraan realisasi anggaran Tahun Anggaran 2023 dalam rangka menghindari kemungkinan adanya pengeluaran pada Tahun Anggaran 2024 yang tidak dapat didanai akibat tidak tercapainya Silpa yang direncanakan’,” papar Akbar.
Dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan pada BAB II huruf G Ketentuan Silpa poin 3 yang menjelaskan bahwa “Dalam hal perhitungan penyusunan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD menghasilkan Silpa tahun berjalan negatif, Pemerintah Daerah melakukan pengurangan bahkan penghapusan pengeluaran pembiayaan yang bukan merupakan kewajiban daerah, pengurangan program, kegiatan, dan sub kegiatan yang kurang prioritas dan/atau pengurangan volume program, kegiatan dan sub kegiatan.
Akibat dari penggelembungan Silpa yang dilakukan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah pada APBD Parsial 1 TA. 2024 dan disepakati oleh DPRD pada Perubahan APBD TA. 2024, kata Akbar, antara lain; terjadinya penambahan program dan kegiatan baru yang tidak memiliki sumber pembiayaan.
“Terjadinya belanja yang tidak memiliki dasar pembiayaan yang jelas dapat disalahgunakan untuk kegiatan yang tidak sesuai dengan tujuan awal, terjadinya pemborosan anggaran karena tidak ada target pembiayaan yang jelas untuk dicapai, yang pada akhirnya dapat merugikan keuangan, lalu terjadinya defisit saldo yang mengakibatkan pemerintah daerah tidak dapat membayar rekanan/pihak ketiga yang melaksanakan kegiatan yang berhadapan dengan pembiayaan,” ungkap Akbar.
“Terjadinya beban atau utang daerah yang menyebabkan kerugian negara/daerah dan mengganggu perekonomian negara/daerah, terjadinya penyalahgunaan kewenangan dalam menyusun dan menetapkan APBD TA. 2024. Selajutnya adanya kesengajaan menaikkan target Pendapatan Asli Daerah pada penetapan APBD TA. 2024 dan penetapan APBD Perubahan TA. 2024 yang mengakibatkan tidak tercapainya PAD sebesar Rp26 miliar pada akhir periode akuntansi TA. 2024 untuk mengakomodir proyek-proyek anggota DPRD yang tidak tertuang dalam dokumen perencanaan (RKPD) TA. 2024,” sambungnya.
Akibat hal itu, lanjut Akbar menyalahi ketentuan Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2023 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2024 nomor 2 huruf g yang menerangkan bahwa penetapan target Pajak Asli Daerah dalam APBD mempertimbangkan paling sedikit kebijakan makro ekonomi daerah, potensi pajak daerah dan retribusi daerah sesuai maksud Pasal 102 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023.
“Dan menyalahi ketentuan Pasal 23 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang mempertegas bahwa APBD disusun dengan mempedomani KUA PPAS yang didasarkan pada RKPD. Akibat dari kesengajaan menaikkan target Pendapatan Asli Daerah oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah pada APBD TA. 2024 dan APBD Perubahan TA. 2024 yang disepakati oleh DPRD antara lain: terjadinya penambahan program dan kegiatan baru yang tidak memiliki sumber pendapatan, kemudian terjadinya belanja yang tidak memiliki dasar pendapatan yang jelas dapat disalahgunakan untuk kegiatan yang tidak sesuai dengan tujuan awal,” ujar Akbar.
Akbar melanjutkan, kondisi tersebut menyebabkan terjadinya tunda bayar Universal Health Coverage (UHC) kepada BPJS. Selain itu, tunjangan tambahan penghasilan pegawai (TPP) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menyebabkan kerugian negara/daerah dan mengganggu perekonomian negara/daerah.
“Juga terjadinya dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam menyusun dan menetapkan APBD TA. 2024 dan APBD Perubahan TA. 2024,” bebernya.
Akbar berharap, Kepala Kejati (Kajati) Sulawesi Selatan bisa mengungkap dan menuntaskan dugaan kasus korupsi tersebut. (red)